ini ilustrasi gambar tali sepatu |
Kebanyakan nonton Raditya Dika
akhirnya ketularan juga absurdnya. Nggak hanya dalam tulisan aja, bahkan sampai
kehidupan sehari-hari. Mending kalau sama temen-temen deket, mereka udah maklum
dengan segala tingkah laku keanehanku. Jadi sekali aku berulah paling mereka
memalingkan muka dan pura-pura nggak kenal. Paling parah ya dilemparin kacang,
kalau udah kaya gitu aku bisa loncat-loncat kegirangan. Parah kan?
Siang itu di sekolahan sedang
dilaksanakan latihan baris-berbaris. Sebagai guru yang sok-sokan peduli dengan
siswanya, nemenin lah selama latihan berlangsung. Nyemangatin dari pinggir
lapangan sambil bawa pom-pom trus teriak semangat berualang-ulang. Nyediain
minum, ngelapin kringet, mijitin kalau capek, bawain tasnya dan….. stop!!!
Berlebihan, aku Cuma ngliatin aja dari samping lapangan dan sesekali komentar
gerakan-gerakan mereka yang salah.
Di dalam suatu sesi, Pelatihnya
memberiku kesempatan kepadaku untuk ikut melatih. Jelas keputusan yang keliru.
Aba-aba siap aja aku malah istirahat, hadap kanan malah jalan di tempat, hormat
malah bubar jalan, selesai deh. Orang yang kaya gitu bakal melatih anak-anak?
Semoga mereka nggak sampe terluka tertabrak bajaj. Amiin. Kan nggak ada bajaj
ya? Angkot deh…
Beberapa gerakan sudah
dipergakan, hadap kanan, hadap kiri, belok kanan, belok kiri, angkat teman,
lempar kali dan masih banyak lagi. Ada salah satu siswa namanya Dion (bukan
nama sebenarnya) yang berulang kali izin.
“Bu, izin” Dion nundhuk melihat
ke arah sepatunya “mau benerin tali sepatu”
“Iya cepet!” perintahku sok
berwibawa
“Selesai bu” Dion melapor dengan
sikap sempurna “Boleh kembali ke barisan?”
Aku jawab dengan anggukan, tetap
dengan sikap sok berwibawa yang naik dua kali lipat. Biar keren.
Latihan dilanjutkan. Prok, prok,
prok, ….prok!!! suara derap kaki yang kompak dari gerakan langkah tegap maju
cukup membuat semut-semut terpesona dan merelakan dirinya untuk terinjak.
Tiba-tiba ada suara lagi.
“Intrupsi bu!” Dion berteriak
sambil tetap melaksanakan aba-aba “Tali sepatu saya lepas lagi”
“Henti!!! Grak!!!” aku
menghentikan barisan “Cepet dibenerin”
“Siap!!!” secepat kilat Dion
membetulkan tali sepatunya
Prosesi ikat sepatu selesai
latihan dilanjutkan. Entah kenapa ada lagi yang berteriak untuk izin
membetulkan tali sepatu. Kali ini bukan Dion lagi, tapi temannya yg lain. Satu selesai
ada lagi yang izin, satu selesai ada lagi yang izin. Apa-apaan ini? Apakah para
tali sepatu bersatu dan saling berkonspirasi untuk melepaskan diri dari ikatan?
Jangan-jangan mereka semua hidup dan tak rela disatukan atau tiap-tiap ujungnya
lagi marahan dan nggak mau sama-samaan.
Kemungkinan yang sangat rasional
adalah tali sepatu itu sudah lelah dengan perlakuan siempunya. Mereka kesal
tiap saat diperlakukan tidak layak, dilupakan bahkan tidak diperhatikan. Emang yang
mau merhatiin tali sepatu siapa? Makanya dia sengaja melepaskan simpul supaya
bisa melukai pemiliknya. Tali sepatu lepas, terinjak dan BLLLAAAAAKKKK!!! Jatuh
deh. Ternyata tali sepatu bisa selicik itu. Aku nggak nyangka.
Makanya nih buat kawan-kawan,
terutama yang punya sepatu yang bertali jangan sekali-kali mengabaikan
keberadaan tali sepatu. Bendanya kecil sih, sepele tapi bermanfaat besar. Selain
itu buat jaga-jaga aja, ternyata mereka mempunyai otak jahat untuk melukaimu
makanya dibaik-baikin aja.
Ok, sekian cerita malam ini. Kalau kamu merasa
nggak paham atau malah jadi pusing berarti normal. Ya begitulah tulisanku. Maaf
ya…. By the way terimakasih sudah baca…